"Punna Tena Siri'nu, Pa'niaki Paccenu (Kalau Anda Tak Memiliki Harga diri, Tunjukkanlah Kesetia-kawananmu)"

Selasa, 14 Mei 2013

RANGGONG DAENG ROMO

Sosok Pahlawan Pejuang Kemerdekaan


Ranggong Daeng Romo putra kelahiran kampung Bone-bone Polong Bangkeng Selatan telah mewarisi sifat-sifat ayahnya yang terkenal sebagai orang kaya dermawan dan pemberani serta disegani oleh rakyat karena sering membela kaum lemah dari kekejian kaum Belanda. Sifat seperti ini tertanam dalam jiwa Ranggong Daeng Romo.

Jiwa kepahlawanan dari Ranggong ini mulai muncul ketika ia masih kecil. Waktu itu orang tuanya berniat menyekolahkan Ranggong pada sekolah HIS, tapi Ranggong lebih senang memilih sekolah Parti kelir (Taman Siswa) Sekolah Taman Siswa ini dicap jelek oleh Pemerintah Belanda, sama sekali tidak mendapatkan penghargaan, tidak sama dengan HIS, MULO atau sekolah Belanda lainnya.

Suatu ketika, Ranggong belajar, sekolahnya diserang oleh pelajar-pelajar HIS. Taman Siswa diobrak-abrik, Ranggong marah, Ia kemudian mengumpulkan teman-temannya dan memimpin serangan balik ke sekolah Belanda itu (HIS). Nama Ranggong pun mulai terkenal di kalangan para pelajar partikelir karena kegigihannya. Ia sering dipercayakan untuk memimpin penyerangan ke Sekolah Belanda (HIS) tersebut.

Ketika Ranggong mulai menginjak dewasa, mulai menyandang senjata untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Semangat kemerdekaan terus menyala di dadanya. Ranggong bersama saudara sepupu ayahnya, Syamsuddin Daeng Makkaraeng membentuk suatu organisasi pertahanan rakyat di Bone-bone, Polongbangkeng yang diberi nama "Gerakan Muda Bajeng". Tak lama kemudian, organisasi itu diubah namanya menjadi Kelasykaran Lipang Bajeng. Lipang adalah sejenis binatang melata yang sengatarnya beracun dan ganas. Pimpinan Kelasykaran Lipang Bajeng itu sendiri ialah Ranggong Daeng Romo, sedang saudara sepupu ayahnya diangkat sebagai Kepala Staf.

Sengatan kaum Lipang pun membuat penjajah jadi kewalahan. Akibatnya organisasi Lipang Bajeng pun mulai dikenal oleh kelompok pejuang lainya. Dari hasil galangan kerjasama ini melahirkan suatu organisasi baru yang menghimpun semua kelompok pejuang di Sulawesi Selatan pada tanggal 17 Juni 1946 dengan nama "Lasykar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi Selatan" (LAPRIS) sebagai pengurus Lapris tercatat Makkaraeng Daeng Manjarungi sebagai ketua, sedang R.W. Monginsidi sebagai Sekjen. Dan. sebagai pimpman pasukan ialah Ranggong Daeng Romo dan sebagai wakil ialah R. Endang.

Semenjak Ranggong menjadi Panglima tertinggi Lapris ini berbagai upaya yang dilakukan untuk merebut kemerdekaan yakni mulanya Ranggong mengajak Kesatuan Gerakan Pemuda Bajeng, yang dipimpin oleh Nuhung Daeng Bani untuk merampas senjata Jepang yang bermarkas di Kampung Coring, tepat pada malam yang ditentukan sebelum tanggal 17 Agustus 1945. Ranggong bersama anak buahnya menyerbu gudang senjata itu dengan berhasil merampas beberapa pucuk senjata kemudian dibagi-bagikan kepada pejuang,di Bajeng.

Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta, namun menurut Baharuddin Daeng Sarro salah seorang rekan seperjuangan Ranggong Daeng Romo bahwa bendera merah putih itu lebih dulu dikibarkan di Bajeng daripada di Jakarta yakni 14 Agustus 1945. Melihat keadaan itu, Belanda melalui tentara NICA-nya dipimpin oleh Mr.T.K.Pol bekas Controleur di Sungguminasa mengadakan penyerbuan dan menurunkan Sang Saka Merah Putih serta menggantikan dengan bendera Merah Putih Biru (bendera Belanda). Saat penyerbuan itu, Nuhung Daeng Bani ditangkap dan dipaksa menunjukkan tempat persembunyian pimpinan Lapris, namun Nuhung Daeng Bani tak mau menceritakannya, akhirnya Nuhung jatuh sakit dan meninggal.

Demikian pula halnya Pemirnpin Gerakan Pemuda Bajeng di Limbung. Setelah Nuhung Daeng Bani gugur, ia digantikan oleh Patola Dg Sibali dan Sultan Dg Mile sebagai Sekretarisnya yang telah bergabung dengan Ranggong Daeng Romo untuk meyusun kembali kekuatan menggempur musuh yang menduduki Limbung dan Pare'-Pare' sebagai pangkalan kekuatan Belanda. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Bendera Merah Putih berkibar di.depan Istana Kerajaan Gowa (Balla Lompoa) yang dilakukan oleh Andi Baso Erang dkk. Atas peristiwa itu sehingga Baso Erang diasingkan ke Jeneponto. Setelah itu ia pindah ke Sinjai untuk memimpin pasukan dalam meneruskan perjuangan kemerdekaan.

Tepat pada tanggal 18-19 Agustus 1946, Ranggong dan kawan-kawanya menyerang pos polisi Belanda yang kebetulan waktu itu hanya dijaga oleh beberapa orang saja. Polisi Belanda melarikan diri tanpa mengadakan perlawanan. Pos Polisi dan Kantor Bestuur Asisten di Limbung dibakar, sedang kedudukan musuh di Pare'-pare' dibumihanguskan serta membunuh salah seorang kaki tangan Behanda bemama Jumam, dan merampas beberapa pucuk senjata. Tapi, pada keesokan harinya Belanda mengadakan penangkapan terhadap pemuda-pemuda yang dicurigai serta mengadakan pemeriksaan di luar batas kemanusiaan. Waktu itu banyak pemuda Bajeng yang ditawan

Pihak Belanda terus-menerus mengadakan penangkapan terhadap pemuda Bajeng hingga mencapai puncak pada,tanggal 7 Desember 1946. Waktu itu, tentara Belanda memasuki daerah-daerah pedesaan untuk menangkap pemuda kemudian membunuhnya, peristiwa ini terkenal dengan nama "Korban 40.000 Jiwa".

Dua bulan kemudian tepatnya 28 Februari 1947 secara tidak disangka-sangka Belannda mengepung tempat persembunyian pimpinan Lapris di Gunung Langgese. Oleh karena kekuatan tidak seimbang, akhirnya Ranggong Daeng Romo gugur di medan perang bersama kawan-kawan seperjuangan lainnya, antara lain Sonda Daeng Leo (Jannang Pajalau). Pejuang lainnya yang tertangkap hidup dibuang ke Nusakambangan. Sedang kawan seperjuangannya yang lolos adalah Sonrong dg. Mangung. Lahia Dg. Lallo dan Kende Dg. Sutte. Kedudukan Ranggong Daeng Romo ini kemudian digantikan oleh Mappa Daeng Temba sebagai pimpinan tertinggi LAPRIS.

2 komentar:

  1. Saya Bangga sebagai cucu dari Sonrong Dg Mangung kawan seperjuangan Ranggong Daeng Romo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat sore kak. Saya mau brtanya. Di kenal mappa daeng temba' ? Pemimpin lapris setelah ranggong daeng romo meninggal.

      Hapus